RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu menyebut Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri, yang merupakan satu dari lima Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi terpilih, tidak perlu mengundurkan diri dari instansi kepolisian.
Menurut politikus PDI Perjuangan itu, Firli hanya perlu mundur dari jabatannya saat ini sebagai Kepala Badan Keamanan (Kabarharkam) Mabes Polri.
Firli akan dilantik sebagai pimpinan KPK terpilih periode 2019-2023 pada Desember mendatang. Jabatan yang baru diembannya di kepolisian saat ini menjadi polemik baru di tengah gonjang-ganjing eksistensi komisi antirasuah itu.
Menurut Masinton, tidak ada aturan yang mengikat anggota kepolisian yang duduk di KPK harus berhenti dari instansi Polri. Firli hanya perlu mundur dari jabatannya di kepolisian dan Polri segera mencari pengganti dari jabatan yang ditinggalkan itu.
"Status sebagai anggota kepolisian itu tetap, jadi tidak perlu alih status dan tidak perlu pensiun secara dini," jelasnya kepada IDN Times saat ditemui di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (21/11).
Masinton menuturkan, Firli yang nantinya tetap akan berstatus polisi aktif tidak akan menimbulkan konflik baik di dalam tubuh KPK maupun Polri, sebab selama ini banyak aparat kepolisian yang menjadi bagian KPK.
"Unsur KPK itu kan ada kejaksaan, kepolisian dan masyarakat. Maka kepolisian dan kejaksaan personelnya yang ditugaskan di KPK itu tidak perlu harus mundur dari statusnya sebagai anggota kepolisian maupun kejaksaan, begitu pun dari instansi negara lainnya," ujarnya.
Menurut Masinton, agar tidak terjadi rangkap jabatan di kepolisian maupun di KPK, maka Firli harus mundur dari jabatannya sebagai Kabarharkam Polri.
"Independensi KPK itu harus tetap terjaga, maka baik kepolisian, kejaksaan, auditor negara yang bertugas di KPK bekerja dan bertugas sesuai dengan tupoksinya di KPK," terangnya.
Selain itu, Masinton juga menyinggung ihwal adanya tiga pimpinan KPK yang mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Undang-undang KPK nomor 19 tahun 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia, pimpinan lembaga negara yang melakukan uji materi itu tidak lazim.
"Itu langkah, satu ketidakpahaman tentang ketatanegaraan. Kemudian, ya mungkin mau dikenang di akhir masa jabatan sebagai yang konsisten terhadap pemberantasan korupsi dengan melakukan judicial review itu," ujarnya.**